Recent Posts
0 komentar

mahkota cinta page 1-4


"Sampai akhirnya W mengatakan bahwa dia sangat
mencintai saya. Dia ingin sekali menikahi saya. Saya
seperti terbang di angkasa saat itu, karena sangat
gembira. Saya benar-benar sudah tergila-gila padanya.
Ibu saya sebenarnya tidak setuju saya kawin dengan W,
karena ibu saya ingin saya menikah dengan putra Pak
Modin yang sedang kuliah di IAIN Walisongo Semarang.
Saya sama sekali tidak mempedulikan keberatan ibu saya
itu. Itulah mungkin dosa besar saya pada ibu yang
membuat saya menderita dan menanggung nestapa.
"Ringkas cerita, kami pun menikah. Kami menikah
tahun 1998. Ia langsung memboyong saya ke Solo Baru.
Ternyata ia sudah punya rumah cukup mewah di sana.
Itu adalah hari yang sangat indah bagi saya. Seminggu
setelah menikah, W pamit untuk pergi ke Jakarta. Dia
bilang untuk urusan bisnis dengan temannya. Beberapa
hari setelah itu kiamat seolah datang. Langit seperti
runtuh menimpaku. W tertangkap polisi dalam keadaan
over dosis dengan seorang pelacur Jakarta. Ia masuk bui.
Keluarganya tidak peduli.
"Kakak perempuannya bahkan terang-terangan
mengatakan sangat membenci W. Dari kakak perempuannya
itulah saya tahu bahwa W sesungguhnya
lelaki yang sangat bejat. Bahkan lebih bejat daripada
makhluk paling bejat sedunia sekalipun. Saya nyaris
muntah ketika kakak perempuannya itu bercerita bahwa
dirinya pernah diperkosa oleh W saat W sedang sakau.
Ia tidak berdaya karena W mengancam akan membunuhnya.
W itu tega memperkosa kakak kandungnya
sendiri, apa tidak menjijikkan? Apa tidak melampaui
batas? Seketika itu, tanpa bisa ditawar lagi saya langsung

mengajukan gugatan cerai. Dan sejak itu saya benarbenar
jijik dengan kaum lelaki dan saya bersumpah tidak
akan menikah lagi!"
Ada nada amarah dalam kata-kata Mari. Ada
kebencian yang luar biasa di sana. Zul merasa ngeri
mendengarnya. Ia merasa bingung harus bersikap
bagaimana. Bus terus melaju dengan kecepatan di atas
seratus kilometer per jam. Mari diam tidak melanjutkan
ceritanya. Pandangannya lurus ke depart. Jika diamati
lebih seksama kedua mata itu sesungguhnya berkacakaca.
Sesaat lamanya keduanya dijaga oleh diam.
Akhirnya Zul memberanikan untuk membuka suara,
'Apa Mbak sampai sekarang masih jijik dengan
kaum lelaki. Termasuk saya?"
Mari mengambil nafas dalam-dalam,
"Saat ini tidak lagi. Saya berusaha bersikap adil. Saya
tidak boleh menimpakan dosa seorang W pada semua
kaum lelaki. Tapi jujur saya perlu proses yang sangat
panjang untuk bisa bersikap adil dan tidak jijik pada
kaum lelaki. Dan disebabkan rasa jijik dan trauma pada
lelaki saya pernah punya keinginan untuk hidup
berumah tangga dengan kaum perempuan saja."
"Sampai seperti itu Mbak."
"Iya. Gila bukan? Tapi jangan takut. Saya katakan,
saya pernah punya keinginan. Hanya pada taraf
keinginan. Dan itu pun dulu. Sekarang sudah tidak
lagi."
"Sejak kapan Mbak bisa kembali normal memandang
dunia. Maaf, untuk mudahnya saya katakan
kembali normal memandang dunia, termasuk kaum
lelakinya. Sebab menurut saya sikap jijik dan trauma
pada lelaki itu sikap tidak normal."
"Prosesnya sangat panjang. Sampai saya bertemu
dengan seorang Ustadzah. Dia lulusan pesantren. Dia ikut
suaminya yang sedang mengambil program doktor.
Ustadzah itu begitu sabar menyempatkan waktu untuk

memberikan pencerahan kepada kami, para tenaga kerja
wanita. Dan ia begitu sabar mendengarkan semua
keluhan saya. Saya pernah diajak oleh Ustadzah itu tidur
di rumahnya. Untuk melihat bagaimana keadaan rumah
tangganya. Dan saya melihat sendiri betapa besar kasih
sayang suami Ustadzah itu kepada keempat anaknya
yang semuanya perempuan. Sejak itulah saya tahu
bahwa ada juga lelaki baik di dunia ini."



Entri Populer


Shvoong
Situs ringkasan dunia

Advertisement

Copyright © 2011 Design by Adit'Faizah