Recent Posts
0 komentar

Empati dan Perilaku Prososial

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL

Fulan adalah seorang mahasiswa yang kini menghadapi masalah yang cukup
rumit. Kini ia akan menghadapi ujian semester yang mengharuskan uang SPP
dilunasi terlebih dahulu. Sementara itu di saat yang sama Ibunya yang selama ini
membiayai kuliahnya sedang terbaring lemas di rumah dan sudah seminggu ini tidak
pergi ke pasar untuk berjualan keperluan rumah tangga. Sedang ke 2 adiknya
membutuhkan perhatiannya untuk tetap semangat pergi ke sekolah. Kini setiap hari ia
harus membantu menyiapkan bekal makanan untuk adiknya dan merawat ibunya,
baru ia berangkat ke kampus dengan sepeda gunungnya. Ia harus tetap kuliah karena
itu satu-satunya pesan almarhum ayahnya sebelum meninggal. Meski ia harus
bekerja paruh waktu untuk membiayai kuliah, ia tetap memiliki komitmen dengan
tugas-tugas kuliah dan pesan keluarganya dengan satu harapan mampu mengangkat
kehidupan keluarganya menjadi lebih baik. Apa yang kamu rasakan…….?!

Pengertian Empati
Dalam kehidupan ini banyak peristiwa yang lepas dari pandangan kita yang
sejatinya bisa memberikan banyak pelajaran bagi hidup kita. Peristiwa yang
mengharukan maupun membahagiakan tetap memiliki arti. Kemampuan kita untuk
memahami dan mengalami suatu perasaan positif dan negatif akan membantu kita
memahami makna kehidupan yang sebenarnya. Kemampuan ini sering disebut
sebagai atribut empati.
Empati merupakan bagian penting social competency (kemampuan sosial).
Empati juga merupakan salah satu dari unsur-unsur kecerdasan sosial. Ia terinci dan
berhubungan erat dengan komponen-komponen lain, seperti empati dasar,
penyelarasan, ketepatan empatik dan pengertian sosial. Empati dasar yakni memiliki
perasaan dengan orang lain atau merasakan isyarat-isyarat emosi non verbal.
Penyelarasan yakni mendengarkan dengan penuh reseptivitas, menyelaraskan diri
pada seseorang. Ketepatan empatik yakni memahami pikiran, perasaan dan maksud
orang lain dan pengertian sosial yakni mengetahui bagiamana dunia sosial bekerja
(Goleman, Daniel, 2007 :114)
Sementara itu, secara sederhana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau
mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan
orang atau kelompok lain. Empati adalah kemampuan seseorang dalam ikut
merasakan atau menghayati perasaan dan pengalaman orang lain. Seseorang tersebut
tidak hanyut dalam suasana orang lain, tetapi memahami apa yang dirasakan orang
lain itu.
Secara lebih luas empati diartikan sebagai ketrampilan sosial tidak sekedar
ikut merasakan pengalaman orang lain (vicarious affect response), tetapi juga mampu
melakukan respon kepedulian (concern) terhadap perasaan dan perilaku orang
tersebut. Tidak heran jika latihan memberikan sesuatu atau bersedekah, selain
merupakan sarana beribadah, juga bisa melatih empati anak pada orang lain yang
memunculkan sifat berderma (filantropi) (Frieda Mangunsong, 2010).
Dengan demikian penekanan empati tersebut menyatakan bahwa kemampuan
menyelami perasaan orang lain tersebut tidak membuat kita tenggalam dan larut
dalam situasi perasaannya tetapi kita mampu memahami perasaan negatif atau positif
seolah-olah emosi itu kita alami sendiri (resonansi perasaan). Kemampuan berempati
akan mampu menjadi kunci dalam keberhasilan bergaul dan bersosialisasi di
masyarakat.
Dalam kehidupan berkelompok kita pasti mendapati orang dalam watak yang
beraneka ragam. Oleh karena itu, tidak mungkin kita memaksakan pendapat, pikiran
atau perasaan kepada orang lain. Di sinilah, empati sangat berperan penting. Individu
dapat diterima oleh orang lain jika ia mampu memahami kondisi (perasaan) orang lain
dan memberikan perlakuan yang semestinya sesuai dengan harapan orang tersebut.
Kemampuan empati perlu diasah setiap orang agar dirinya dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekitarnya.
Empati akan membantu kita bisa cepat memisahkan antara masalah dengan
orangnya. Kemampuan empati akan mendorong kita mampu melihat permasalahan
dengan lebih jernih dan menempatkan objektifitas dalam memecahkan masalah.
Banyak alternatif yang memungkinkan dapat diambil manakala kita dapat berempati
dengan orang lain dalam menghadapi masalah. Tanpa adanya empati sulit rasanya kita
tahu apa yang sedang dihadapi seseorang karena kita tidak dapat memasuki
perasaannya dan memahami kondisi yang sedang dialami.
Penelitian Rosenthal membuktikan bahwa anak yang mampu membaca
perasaan orang lain melalui isyarat non verbal lebih pandai menyesuaikan diri secara
emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul dan lebih peka. Kemampuan membaca
pesan non verbal akan membantu seseorang melihat apa yang sebenarnya sedang
terjadi yang tidak dapat disampaikan secara verbal. Pesan non verbal memberikan
banyak peluang kita memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam diri seseorang
karena pesan tersebut sulit untuk direkayasa. Begitu pula dengan nada bicara, ekspresi
wajah dan gerak-gerika tubuhnya. Seseorang yang mampu membaca pesan ini akan
menjadi mudah untuk memahami perasaan orang lain.
Beberapa faktor, baik psikologis maupun sosiologis yang mempengaruhi
proses empati sebagai berikut, antara lain :
1. Sosialisasi
Dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami
sejumlah emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan
berpikir tentang orang lain.
2. Perkembangan kognitif
Empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif yang bisa
dikatakan kematangan kognitif, sehingga dapat melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain (berbeda)
3. Mood dan Feeling
Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya akan
mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap perasaan dan
perilaku orang lain
4. Situasi dan tempat
Situasi dan tempat tertentu dapat memberikan pengaruh terhadap proses
empati seseorang. Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik
dibanding situasi yang lain.
5. Komunikasi
Pengungkapan empati dipengaruhi oleh komunikasi (bahasa) yang digunakan
seseorang. Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang komunikasi yang
terjadi akan menjadi hambatan pada proses empati.
Teknik-Teknik Mengasah Empati
Kemampuan empati harus selalu dilatih atau diasah sejak dini. Bahkan,
meskipun usia seseorang telah beranjak dewasa, harus tetap melatih empati.
Kemudian ada beberapa langkah yang dapat dilakukan agar kemampuan empati kita
terbentuk, antara lain :
1. Rekam semua emosi pribadi
Setiap orang pernah mengalami perasaan positif maupun negatif,
misalnya sedih, senang, bahagia, marah, kecewa dan lain sebagainya. Pengalamanpengalaman
tersebut apabila kita catat atau rekam akan membantu kita memahami
perasaan yang sama saat kondisi tertentu menjumpai kita kembali. Disamping itu
ketika kita mengetahui perasaan tersebut sedang dialami oleh seseorang, kita dapat
memahami kondisi tersebut sehingga kita dapat memperlakukannya sesuai dengan
apa yang diharapkannya. Cara mencatat atau merekamnya dapat berupa tulisan di
buku harian atau sekedar mengingat-ingat dalam alam sadar kita.
Untuk menyempurnakan langkah di atas, ada baiknya memperhatikan cara
lebih spesifik, sebagai berikut :
a. Membangkitkan kesadaran dan perbendaharaan ungkapan emosi.
b. Meningkatkan kepekaan terhadap perasaan orang lain.
c. Membantu memahami perspektif orang lain selain dari sudut pandangnya sendiri
(Borba, Michele, 2008: 25).
2. Perhatikan lingkungan luar (orang lain)
Memperhatikan lingkungan luar atau orang lain akan memberikan banyak
informasi tentang kondisi orang di sekitar kita. Informasi ini sangat penting untuk
dijadikan panduan dalam mengambil pilihan perilaku tertentu. Informasi ini juga
dapat dijadikan pembanding dengan diri kita tentang apa yang sedang terjadi,
sehingga kita dapat mengatahui apakah perasaan dan perilaku kita sudah sesuai
dengan lingkungan sekitarnya. Memperhatikan orang lain merupakan ketrampilan
tersendiri yang tidak semua orang menyukainya. Memperhatikan tidak sekedar
melihat orang per orang tetapi juga mencoba menghilangkan perasaan-perasaan
subyektif kita saat memperhatikan, sehingga akan muncul keinginan untuk mendalami
perasaan orang yang sedang kita lihat tersebut.
3. Dengarkan curhat orang lain
Mendengarkan adalah sebuah kemampuan penting yang sering dibutuhkan
untuk memahami masalah atau mendapatkan pemahaman yang lebih jelas terhadap
permasalahan yang sedang dihadapi orang lain. Kemampuan mendengarkan juga
harus latih agar memberikan dampak yang positif dalam interaksi sosial kita. Syarat
yang dibutuhkan untuk dapat mendengarkan adalah menghilangkan atau
meminimalkan perasaan negatif atau prasangka terhadap obyek yang menjadi sasaran
dengar. Disamping itu juga perlu adanya kemauan untuk membuka diri kita untuk
orang lain, khususnya dengan memberikan kesempatan orang lain untuk berbicara
yang dia inginkan tanpa kita potong sebelum selesai pembicaraannya. Mendengar
keluh kesah atau cerita gembira orang lain akan mampu memberikan pengalaman lain
dalam suasana hati kita. Mendengarkan cerita sedih akan mampu membawa kita
kedalam suasana hati orang lain yang sedang bersedih dan dapat membangkitkan
keinginan untuk memahami masalah atau perasaan orang tersebut. Begitu pula
perasaan yang lain. Semakin banyak cerita, masalah dan ungkapan perasaan yang kita
dengarkan akan membuat kita semakin kaya dengan pengalaman tersebut dan pada
akhirnya semakin mengetahui bagaimana cara memahami orang lain atau
perasaannya.
4. Bayangkan apa yang sedang dirasakan orang lain dan akibatnya untuk diri kita.
Membayangkan sebuah kejadian yang dialami orang lain akan menarik diri
kita ke dalam sebuah situasi yang hampir sama dengan yang dialami orang tersebut.
Refleksi keadaan orang lain dapat membuat kita merasakan apa yang sedang dialami
orang tersebut dan mampu membangkitkan suasana emosional. Membayangkan
sebuah kondisi tersebut dapat lebih mudah manakala kita pernah mengalami perasaan
atau kondisi yang sama. Seseorang yang sering membayangkan apa yang dialami atau
dirasakan orang lain dan akibat yang akan ditimbulkan manakala hal tersebut terjadi
pada diri kita saat kejadian atau setelah kejadian akan memudahkan kita merasakan
suasana emosi seseorang manakala melihat kejadian-kejadian yang berkaitan dengan
situasi penuh dengan emosi-emosi tertentu.
5. Lakukan bantuan secepatnya.
Memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang-orang yang
membutuhkan dapat membangkitkan kemampuan empati. Respon yang cepat
terhadap situasi di lingkungan sekitar yang membutuhkan bantuan akan melatih
kemampuan kita untuk empati. Bantuan yang kita berikan tidak perlu menunggu
waktu yang lebih lama tetapi kita berusaha memberikan segenap kemampuan kita saat
melihat atau menyaksikan orang-orang yang membutuhkan. Pertolongan yang kita
berikan akan menstimulus keadaan emosi kita untuk melihat lebih jauh perasaan
orang yang kita beri pertolongan dan semakin sering kita memberikan respon dengan
cepat akan semakin mudah kita mengembangkan kemampuan empati kepada orang
lain.
Manfaat-Manfaat Empati
Ada beberapa manfaat yang dapat kita temukan dalam kehidupan pribadi dan
sosial manakala kita mempunyai kemampuan berempati, diantaranya :
1. Menghilangkan sikap egois
Orang yang telah mampu mengembangkan kemampuan empati dapat
menghilangkan sikap egois (mementingkan diri sendiri). Ketika kita dapat merasakan
apa yang sedang dialami orang lain, memasuki pola pikir orang lain dan memahami
perilaku orang tersebut, maka kita tidak akan berbicara dan berperilaku hanya untuk
kepentingan diri kita tetapi kita akan berusaha berbicara, berpikir dan berperilaku
yang dapat diterima juga oleh orang lain serta akan mudah memberikan pertolongan
kepada orang lain. Kita akan berhati-hati dalam mengembangkan sikap dan perilaku
kita sehari-hari, khususnya jika berada pada kondisi yang membutuhkan pertolongan
kita.
2. Menghilangkan kesombongan
Salah satu cara mengembangkan empati adalah membayangkan apa yang
terjadi pada diri orang lain akan terjadi pula pada diri kita. Manakala kita
membayangkan kondisi ini maka kita akan terhindar dari kesombongan atau tinggi
hati karena apapun akan bisa terjadi pada diri kita jika Tuhan berkehendak. Kita tidak
akan merendahkan orang lain karena kita telah mengetahui perasaan dan memahami
apa yang sebenarnya terjadi, sehingga orang yang mempunyai kemampuan empati
akan cenderung memiliki jiwa rendah hati dan senantiasa memahami kehidupan ini
dengan baik. RODA SENANTIASA BERPUTAR, ITULAH KEHIDUPAN.
3. Mengembangkan kemampuan evaluasi dan kontrol diri
Pada dasarnya empati adalah salah satu usaha kita untuk melakukan evaluasi
diri sekaligus mengembangkan kontrol diri yang positif. Kemampuan melihat diri
orang lain baik perasaan, pikiran maupun perilakunya merupakan bagian dari
bagaimana kita akan merefleksikan keadaan tersebut dalam diri kita. Jika kita telah
mempunyai kemampuan ini maka kita telah dapat mengembangkan kemampuan
evaluasi diri yang baik dan akhirnya kita dapat melakukan kontrol diri yang baik
artinya kita akan senantiasa berhati-hati dalam melakukan perbuatan atau memahami
lingkungan sekitar kita.
Akhirnya, anda akan bisa dikatakan sebagai memiliki karakteristik
kemampuan empati, jika mengikuti beberapa syarat berikut :
1. Melibatkan proses pikir secara utuh, dengan segala macam risiko perbedaan
pendapat, rasa, bahkan kemungkinan konflik. Melalui pengolahan terus-menerus
maka individu bisa mengenal ‘status’ perasaannya, lalu kuat berempati dan
kemudian memanfaatkan emosinya dalam kehidupan kerja (Eileen Rachman &
Sylvina Savitri, 2009)
2. Muncul dalam tindakan-tindakan seperti dinyatakan Goleman (1997), yaitu :
a. Mampu menerima sudut pandang orang lain
Individu mampu membedakan antara apa yang dikatakan atau dilakukan orang
lain dengan reaksi dan penilaian individu itu sendiri. Dengan perkembangan aspek
kognitif seseorang, kemampuan untuk menerima sudut pandang orang lain dan
pemahaman terhadap perasaan orang lain akan lebih lengkap dan akurat sehingga
ia akan mampu memberikan perlakuan dengan cara yang tepat.
b. Memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain
Individu mampu mengidentifikasi perasaan-perasaan orang lain dan peka
terhadap hadirnya emosi dalam diri orang lain melalui pesan non verbal yang
ditampakkan, misalnya nada bicara, gerak-gerik dan ekspresi wajah. Kepekaan
yang sering diasah akan dapat membangkitkan reaksi spontan terhadap kondisi
orang lain, bukan sekedar pengakuan saja.
c. Mampu mendengarkan orang lain
Mendengarkan merupakan sebuah ketrampilan yang perlu dimiliki untuk
mengasah kemampuan empati. Sikap mau mendengar memberikan pemahaman
yang lebih baik terhadap perasaan orang lain dan mampu membangkitkan
penerimaan terhadap perbedaan yang terjadi.
Perilaku Prososial
Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan
penerima bantuan tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemberi bantuan.
William membatasi oerilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang
memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik (material), psikologis dan sosial
penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik. Perilaku prososial mempunyai
maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain dengan cara menolong,
menyelamatkan, berkorban, kerjasama maupun persahabatan.
Ada 3 (tiga) ciri seseorang dikatakan menunjukkan perilaku prososial, yaitu :
a. Tindakan tersebut berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada
pihak pemberi bantuan
b. Tindakan tersebut dilahirkan secara suka rela
c. Tindakan tersebut menghasilkan kebaikan
Cara meningkatkan perilaku prososial antara lain :
1. Menyebarluaskan penayangan model perilaku prososial
Dalam mengembangkan perilaku-perilaku tertentu kita dapat melakukan
melalui pendekatan behavioral dengan model belajar sosial. Pembentukan perilaku
prososial dapat kita lakukan dengan sering memberikan stimulus tentang perilakuperilaku
baik (membantu orang yang kesulitan dan lain sebagainya). Semakin sering
seseorang memperoleh stimulus, misalnya melalui media massa semakin mudah akan
melakukan proses imitasi (meniru) terhadap perilaku tersebut.
2. Memberikan penekanan terhadap norma-norma prososial.
Norma-norma di masyarakat yang memberikan penekanan terhadap
tanggungjawab sosial dapat dilakukan melalui lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat umum. Longgarnya sosialisasi dan pembelajaran terhadap norma-norma
ini akan mendorong munculnya prilaku anti-sosial atau tidak peduli dengan
lingkungan sekitar dan hal ini sangat mengkhawatirkan bagi perkembangan psikologis
dan sosial seseorang. Dengan adanya proses sosialisasi dan internalisasi tentang
norma-norma prososial ini, maka perilaku prososial akan mudah dijumpai dimanamana
dan hal ini akan mengembangkan pranata sosial yang lebih baik.
3. Memberikan pemahaman tentang superordinate identity
Pandangan bahwa setiap orang merupakan bagian dari kelompok manusia
secara keseluruhan adalah hal penting yang perlu dilakukan. Manakala seseorang
merasa menjadi bagian dari suatu kelompok yang lebih besar, ia akan berusaha tetap
berada di kelompok tersebut dan akan melakukan perbuatan yang menuntun ia dapat
diterima oleh anggota kelompok yang lain, salah satu cara adalah senantiasa berbuat
baik untuk orang lain. Ia akan menghindarkan diri dari perbuatan yang tidak disenangi
oleh kelompoknya, sehingga kondisi ini akan memberikan dorongan untuk senantiasa
berbuat baik untuk orang lain.


Sumber Bacaan :
Borba, Michele (2008), Membangun Kecerdasan Moral, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Goleman, Daniel (2007), Social Intelligence: Ilmu Baru tentang Hubungan Antar
Manusia, PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Tri Dayakisni & Hudaniah (2003). Psikologi Sosial. UMM Press. Malang
Eileen Rachman & Sylvina Savitri, 2009, dalam ASAH EMPATI
http://www.experd.com/news-articles/articles/55.
Frieda Mangunsong, 2010). dalam Menanam Empati Menumbuhkan Kecerdasan,
http://www.carisuster.com/artikel/7-inspired-kids/51-menanam-empatitumbuhkan-
kecerdasan

Entri Populer


Shvoong
Situs ringkasan dunia

Advertisement

Copyright © 2011 Design by Adit'Faizah